( Di pelajaran bahasa indonesia kala itu, kami ditugaskan membuat sebuah cerpen dalam waktu satu jam. Lumayan bikin tangan pegel... )
Santi terduduk dalam rengkuhan gelap. Di kamar yang gelap, penuh dengan ribuan sesak keluh kesah. Malam menemaninya, berharap santi akan menumpahkan segala rasanya. Tapi ia hanya diam, kaku dan termangu. Rambutnya berantakan, wajahnya kosong menatap jauh ke ujung penjuru. Ia layaknya mayat hidup. Di genggaman tangannya sebuah kertas telah remuk. Detak jantungnya saling berpacu dengan detak jam yang memburu.
Detik itu, kembali dibukanya kertas itu.
Santi terduduk dalam rengkuhan gelap. Di kamar yang gelap, penuh dengan ribuan sesak keluh kesah. Malam menemaninya, berharap santi akan menumpahkan segala rasanya. Tapi ia hanya diam, kaku dan termangu. Rambutnya berantakan, wajahnya kosong menatap jauh ke ujung penjuru. Ia layaknya mayat hidup. Di genggaman tangannya sebuah kertas telah remuk. Detak jantungnya saling berpacu dengan detak jam yang memburu.
Detik itu, kembali dibukanya kertas itu.